Brace yourself for many new normals in post-Covid-19 world

While everyone is very anxious to go back to their normal life, there is one thing that most people have not realised ― many things will never be...

1613 0
1613 0
English

Published by Malay Mail & New Straits Times, image from Malay Mail.

Covid-19 has caused chaos worldwide and we are now witnessing an uncharted series of events that none of us has experienced before. In response to this fast-spreading coronavirus, governments the world over have taken different approaches to tackle this crisis, but their mission is the same ― to curb its spread.

The way we socialise, the way we work, the way we learn and the way we live our lives is changing ― leaving many to wonder when things might revert to normal.

While everyone is very anxious to go back to their normal life, there is one thing that most people have not realised ― many things will never be the same again as before.

According to Suzanne Degges-White, a counselling education professor at Northern Illinois University, “The hardship is going to be that life is not ever going to be what we knew it to be”.

After the outbreak winds up, Covid-19 could transform the world at work, the businesses we use and the way public transport systems operate. The world will become a new different place where all activities need to be phased back in thoughtfully, or else, a bigger wave of the pandemic will emerge.

So, what will the world look like after Covid-19? What might be the new normal? And most importantly, are we ready for the post-Covid-19 world?

The new normal of life

Apart from being the catalyst to promote the importance of good hygiene and proper cleaning protocols, the pandemic could make people more aware “that touching things, being with other people, and breathing the air in an enclosed space can be risky”, as said by Deborah Tannen, an author and professor of linguistics at Georgetown University.

The handshake for instance, which has been the traditional mode of greeting in most societies for centuries might be squeezed out to reduce the spread of the viruses from one person to another.

In this new world, mingling with people who we do not know intimately could be the greatest comfort of life. Simply put, this new normal of life would mark a profound change in human behaviour.

Also, postponing and reducing mass gatherings that bring people together and have the potential to amplify the disease are much required at the moment, as it increases the risk of transmission of the virus due to the large numbers of people in close contact for extended periods.

In the wake of that, the holy month of Ramadan which is celebrated by Muslims from all over the world that falls between late April and late May has raised concerns among the health experts and government as the Covid-19 pandemic continues.

According to the World Health Organization (WHO), cancelling social and religious gatherings should be seriously considered and instead, virtual alternatives using platforms such as television, video conference and social media can be used to substitute the old traditional activities.

This is very important to reassure them that they can still perform spiritual reflection, prayer and breaking fast with families and friends ― but from a healthy distance.

Indeed, Ramadan this year will be different from before and it will surely cause an emotional impact for some. However, we must remind ourselves that we are facing a global pandemic, thus, unprecedented measures have to be put in place to ensure the well-being of everyone.

Perhaps, this outbreak will bring us closer together in different ways that we had not thought before.

The new normal of working

As workers from all over the world have been asked to work remotely in a bid to slow the spread of the novel coronavirus outbreak, the new norm has seen homes turning to temporary workplaces and many business activities are shifting online.

Thanks to the advancements in technology, the work from home option are made possible for jobs across myriad industries such as writer, programmer, data analyst and many more as they have turned to digital tools to support this new way of working.

In the opinion of the business leaders, this new norm of working pattern would likely be adopted permanently especially for the white-collar jobs who work at a desk and eschew physical labour.

As said by Matt Mullenweg, the chief executive of WordPress and Tumblr, “Millions of people will get the chance to experience days without long commutes, or the harsh inflexibility of not being able to stay close to home when a family member is sick. This might be a chance for a great reset in terms of how we work”.

While for the jobs that are impractical to work from homes such as those involving front-line operations or fieldwork in construction sites, staggered working hours can be implemented to increase the physical distance between employees.

In brief, staggered working hours is a system of working in which the employees of an organization do not all arrive and leave at the same time.

It can be implemented in several ways, for example, a team of employees may come to the office every other week, every other day or at different start times within the same day.

According to the experts, staggered working hours is not only effective to avoid traffic congestion but also practical to curb the spread of coronavirus on the overburdened public transport at certain peak hours.

Today’s crisis marks an extreme epoch in our modern history with a huge social upheaval and an economic ripple effect.

As much as the new normal might be hard to adjust, psychology specialists believe that humans will find a new normal that works for them and eventually become their new reality ― because human beings are immensely capable to do it.

Nurafifah Mohammad Suhaimi is Research Assistant at EMIR Research, an independent think tank focused on strategic policy recommendations based on rigorous research.

Bahasa Melayu

Diterbitkan oleh Malaysia Gazatte & The Malaysian Insight.

COVID-19 telah menyebabkan kekacauan di seluruh dunia dan kita sedang menyaksikan peristiwa-peristiwa yang belum pernah kita alami sebelum ini. Sebagai tindak balas kepada koronavirus yang menular dengan begitu pantas ini, pemerintah di seluruh dunia telah mengambil pendekatan yang berbeza untuk mengatasi krisis ini, tetapi dengan satu misi yang sama – untuk mengekang penyebarannya.

Cara kita bersosial, cara kita bekerja, cara kita belajar dan cara kita menjalani kehidupan telah berubah – menyebabkan ramai yang tertanya-tanya bila keadaan akan kembali normal.

Walaupun semua orang kelihatan begitu tidak sabar untuk kembali ke kehidupan normal mereka, namun ada satu perkara yang ramai tidak sedar – banyak perkara tidak akan sama seperti sebelumnya.

Menurut Suzanne Degges-White, seorang profesor pendidikan kaunseling di Universiti Northern Illinois, "Kesukaran yang akan terjadi adalah kehidupan tidak akan lagi sama seperti yang kita ketahui. Setelah wabak ini berakhir, Covid-19 akan mengubah dunia di tempat kerja, perniagaan yang kita jalankan dan cara sistem pengangkutan awam beroperasi.

Dunia akan menjadi tempat baharu yang berbeza yang  mana semua aktiviti perlu dirancang dengan teliti, atau jika tidak, gelombang pandemik yang lebih besar bakal muncul.

Jadi, bagaimanakah wajah dunia selepas Covid-19? Apakah kebiasaan baharu? Dan yang paling penting, adakah kita sudah bersedia untuk menghadapi dunia pasca-Covid-19? Kebiasaan kehidupan yang baharu Selain menjadi pemangkin untuk mempromosi betapa pentingnya penjagaan kebersihan dan protokol pembersihan yang tepat, pandemik ini membuat orang ramai lebih sedar "bahawa menyentuh sesuatu, bersama-sama dengan orang lain, dan menghirup udara di tempat tertutup adalah berisiko", seperti yang dikatakan oleh Deborah Tannen, seorang pengarang dan profesor linguistik di Universiti Georgetown.

Berjabat tangan misalnya, merupakan cara sapaan tradisional di kebanyakan masyarakat selama berabad-abad mungkin perlu dihentikan bagi mengurangkan penyebaran virus dari satu orang ke satu orang yang lain. Di dunia baharu ini, kita akan lebih selesa untuk bergaul dengan orang yang kita rapat sahaja. Dalam erti kata lain, kehidupan yang baharu ini akan mengubah tingkah laku manusia. Dan juga, keperluan untuk menunda dan mengurangkan perhimpunan besar yang melibatkan ramai orang dan berpotensi untuk merangsang penularan penyakit ini
kerana ia akan meningkatkan risiko disebabkan oleh sebilangan besar orang berhimpun untuk jangka masa yang panjang.

Oleh yang demikian, bulan suci Ramadan yang disambut oleh umat Islam di seluruh dunia yang jatuh antara akhir April hingga akhir Mei telah menimbulkan kebimbangan di kalangan pakar kesihatan dan pihak kerajaan, memandangkan sambutan ini jatuh ketika wabak Covid-19 masih berlanjutan.

Menurut Pertubuhan Kesihatan Sedunia (WHO), pembatalan perhimpunan sosial dan keagamaan harus dipertimbangkan dengan serius. Sebagai ganti, alternatif maya menggunakan platform seperti televisyen, persidangan video dan media sosial boleh digunakan untuk melaksanakan aktiviti keagamaan.

Ini sangat penting untuk meyakinkan orang ramai bahawa mereka masih dapat melakukan muhasabah diri, berdoa dan berbuka puasa bersama keluarga dan rakan – tetapi dari jarak yang sihat.

Sesungguhnya, Ramadan tahun ini akan berbeza daripada yang sebelumnya dan pastinya akan menimbulkan kesan emosi bagi sesetengah orang. Namun, kita harus ingat bahawa kita sedang menghadapi pandemik global, oleh itu, pelbagai langkah baharu harus dilaksanakan untuk memastikan kesejahteraan semua pihak. Siapa tahu, wabak ini mungkin dapat menyatukan kita semua dengan cara yang berbeza, yang tidak pernah terfikir dek akal kita.

Kebiasaan kerja baharu

Memandangkan pekerja di seluruh dunia diminta untuk bekerja dari jarak jauh dalam usaha untuk melambatkan penyebaran wabak novel koronavirus, rumah telah menjadi tempat kerja sementara serta banyak aktiviti perniagaan telah beralih secara dalam talian. Dengan kemajuan teknologi pada masa kini, pilihan kerja dari rumah boleh dilaksanakan untuk pelbagai jenis pekerjaan seperti penulis, pengaturcara, penganalisis data dan banyak lagi, dengan menggunakan alat digital untuk menyokong cara kerja baharu ini.

Menurut pandangan para pemimpin perniagaan, pola kebiasaan kerja baharu ini mungkin akan diterapkan secara kekal terutamanya bagi pekerja kolar putih yang bekerja di pejabat tanpa melibatkan sebarang kerja berat atau fizikal. Seperti yang dikatakan oleh Matt Mullenweg, ketua eksekutif WordPress dan Tumblr, “Jutaan orang akan menjalani hari tanpa perjalanan yang jauh, atau kerisauan yang teramat kerana tidak dapat berada disamping ahli keluarga yang sedang sakit. Peluang seperti ini mungkin boleh dijadikan sebagai pembaharuan untuk mengubah cara kita bekerja.”

Bagi pekerjaan yang tidak praktikal untuk bekerja dari rumah seperti pekerjaan yang melibatkan operasi barisan hadapan atau kerja lapangan di tapak pembinaan, waktu kerja yang berperingkat dapat dilaksanakan untuk meningkatkan jarak fizikal antara pekerja. Secara ringkasnya, waktu kerja berperingkat adalah satu sistem kerja di mana semua pekerja tidak perlu tiba di syarikat dan pulang ke rumah pada waktu yang sama.

Ia dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, misalnya, sekumpulan pekerja boleh datang ke pejabat pada minggu atau hari yang berlainan, atau pada waktu yang berlainan pada hari yang sama. Menurut pakar, sistem kerja seperti ini bukan sahaja sangat efektif untuk menghindari kesesakan lalu lintas tetapi juga sangat praktikal untuk mengekang penyebaran koronavirus pada pengangkutan awam yang sesak dengan pengguna pada waktu puncak. Krisis hari ini merupakan krisis paling serius dalam sejarah moden dengan pergolakan sosial yang besar dan kesan ekonomi berganda.

Walaupun kebiasaan baharu ini mungkin agak sukar untuk disesuaikan, pakar psikologi percaya bahawa manusia pasti akan menemui kebiasaan baharu yang berfungsi untuk mereka dan akhirnya menjadi realiti baru buat mereka – kerana manusia mampu untuk melakukannya.

Nurafifah Mohammad Suhaimi merupakan Pembantu Penyelidik di EMIR Research, sebuah organisasi pemikir bebas yang berfokuskan kepada pencernaan saranan-saranan dasar strategik berteraskan penyelidikan yang terperinci, konsisten dan menyeluruh.

In this article